JAKARTA, Projatim.id — Suasana ruang rapat paripurna DPR RI di Gedung Nusantara berubah menjadi panggung diplomasi global yang sarat makna. Selama empat hari, mulai 12 hingga 15 Mei 2025, para pemimpin dan anggota parlemen dari 54 negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berkumpul dalam Sidang ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC). Indonesia bertindak sebagai tuan rumah dan bukan sekadar penyelenggara, tetapi juga pemain utama dalam dinamika diplomatik yang berlangsung.
Salah satu tokoh yang mencuri perhatian dalam sidang bergengsi ini adalah Anggota DPR RI Komisi XIII, Dra. Hj. Anisah Syakur, M.Ag. Dengan gaya bicara yang tegas namun penuh empati, Anisah tampil sebagai wajah parlemen Indonesia yang berani, progresif, dan bersuara keras untuk kepentingan umat dan keadilan global.
Di hadapan para parlemen dari Timur Tengah, Asia, Afrika, dan Eropa Timur, Anisah tak sekadar menyapa, tapi menggugat, menyerukan, dan menegaskan peran strategis parlemen dalam menjawab tantangan dunia Islam yang kian kompleks. Isu-isu krusial seperti krisis kemanusiaan di Gaza, konflik Yaman, Islamofobia global, perubahan iklim, ketimpangan ekonomi antarnegara, hingga perlindungan hak-hak perempuan dan anak di kawasan konflik menjadi sorotan tajam dalam pidato dan pernyataan-pernyataan Anisah selama pertemuan.
“Parlemen tidak boleh jadi ruang kosong yang hanya mengesahkan undang-undang. Parlemen harus menjadi suara moral dunia. Kita tidak boleh diam ketika umat Islam tertindas, ketika perempuan dan anak-anak jadi korban kekerasan, ketika keadilan diinjak-injak atas nama kekuasaan,” tegas Anisah Syakur.
Lebih dari sekadar retorika, Anisah Syakur hadir membawa agenda konkret. Ia mendorong pembentukan platform komunikasi tetap antarparlemen negara-negara OKI untuk merespons cepat isu-isu darurat kemanusiaan dan krisis global. Ia juga mendesak agar PUIC tidak hanya bersidang, tetapi juga bertindak—melalui diplomasi bersama, resolusi konkret, dan tekanan politik terukur terhadap negara-negara pelanggar HAM.
Kehadiran Anisah dalam forum ini bukanlah kebetulan. Sebagai tokoh perempuan berlatar belakang keilmuan agama yang kuat, Anisah Syakur merupakan gambaran nyata perempuan muslim intelektual yang berpijak pada nilai, namun melangkah dengan visi kemajuan. Di tengah dominasi pria dalam politik dunia Islam, Anisah berdiri tegak, menyampaikan pandangan tajam tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan strategis dunia Islam.
Tak sedikit delegasi asing yang memberikan apresiasi terhadap pendekatan Indonesia yang inklusif, progresif, dan menjunjung tinggi prinsip demokrasi dalam bingkai Islam moderat. Melalui figur seperti Anisah Syakur, Indonesia tampil sebagai negara Muslim terbesar yang tidak hanya besar dalam jumlah, tetapi juga dalam pengaruh dan prinsip.
Dra. Hj. Anisah Syakur, M.Ag menekankan pentingnya kesinambungan diplomasi parlemen. Menurutnya, Sidang PUIC bukanlah akhir, melainkan titik tolak menuju konsolidasi kekuatan umat. Ia mengajak parlemen OKI untuk bersama-sama melahirkan kebijakan yang tidak hanya berpihak pada negara masing-masing, tapi berpihak pada kemanusiaan.
“Kita bisa berbeda dalam bahasa, budaya, dan geografi. Tapi kita satu dalam misi: memperjuangkan dunia yang adil, damai, dan beradab. Di situlah peran strategis kita sebagai wakil rakyat,” tutup Anisah dengan penuh keyakinan.