Malang, Projatim.id – Bangunan megah Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) milik Perumda Tirta Kanjuruhan berdiri kokoh di atas lahan Tanah Kas Desa (TKD) Segaran, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang.
Namun di balik fungsinya sebagai fasilitas vital publik, proyek ini kini diterpa dugaan serius yaitu berdiri di atas lahan tanpa legalitas yang sah.
Sudah hampir empat tahun bangunan ini beroperasi. Ironisnya, hingga kini, pihak Perumda belum bisa menunjukkan dokumen penting seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) atas lahan tersebut.
Seperti informasi yang dihimpun media ini terkait kasus tersebut, Perumda justru melempar tanggung jawab kepada seseorang bernama Sutiyok.
Seorang tokoh masyarakat yang meminta identitasnya dirahasiakan menyatakan kecurigaan kuat atas pembangunan tersebut.
“Itu lahan desa, tapi sudah dibangun besar-besaran. Kalau ingin jelas, tanya ke pusat sana. Semua pasti sudah diatur,” ucapnya dengan nada sinis, menandakan adanya aroma pengaturan dari tingkat yang lebih tinggi.
Kepala Desa: “Saya Sudah Serahkan Semuanya ke Perumda”
Kepala Desa Segaran, Tassan, mengungkapkan bahwa dokumen tukar guling TKD telah ia serahkan kepada Perumda. Namun Tassan menyayangkan sikap perusahaan yang justru menyudutkan pihak desa.
“Tanah yang ditukar itu warisan keluarga saya. Tapi selama 3 tahun lebih lahan itu tak bisa digarap, PAD desa juga nihil karena tak ada kepemilikan sah. Kami ini hati-hati, tapi kok malah disalahkan,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Tassan menambahkan bahwa lahan hasil tukar guling kini sepenuhnya dikuasai Perumda Tirta Kanjuruhan. Namun untuk menghindari simpang siur, ia menyarankan media untuk langsung meminta klarifikasi dari Pemerintah Daerah.
Dari informasi, beberapa media telah mencoba konfirmasi kepada Kepala DPMD melalui pesan WhatsApp tidak membuahkan hasil. Pesan yang dikirim tak mendapat balasan hingga akhirnya otomatis terhapus dalam 24 jam.
Proyek Bernilai Miliaran, Kepentingan Desa Terpinggirkan
Mirisnya, tandon air raksasa SPAM yang berdiri di atas TKD Segaran tersebut dibangun sejak 9 Juni 2021, menggunakan dana yang tak sedikit—Rp 103 miliar dari pemerintah pusat dan Rp 20 miliar sebagai penyertaan modal dari Pemkab Malang. Namun, nilai besar itu justru mengundang kekecewaan warga desa.
“Seharusnya hasil dari lahan milik desa tersebut masuk ke kas desa, malah masuk kantong pribadi,” keluh warga yang menolak disebutkan namanya. Ia menyebut bahwa TKD dulunya adalah tanah bengkok yang vital untuk pendapatan desa, namun kini manfaatnya lenyap tanpa jejak PAD.
Tukar Guling Tak Setara, Harga Dipertanyakan
Lebih menggelitik, warga mencurigai ada permainan harga dalam proses tukar guling. Tanah milik pribadi yang digunakan untuk mengganti TKD dinilai tidak sebanding—berkapur, tandus, dan nyaris tak produktif.
“Lahan seluas kurang lebih 1000 m² milik kades itu paling laku Rp 25 juta kalau dijual. Tapi TKD dijual Rp 400 juta. Ini jelas merugikan desa,” ujar sumber anonim yang mengaku mengetahui detail transaksi tersebut.
Warga menilai TKD seharusnya menjadi sumber PAD demi kesejahteraan masyarakat, bukan dilego begitu saja.
Jejak Panjang Dugaan Korupsi di Perumda Tirta Kanjuruhan
Polemik SPAM ini memunculkan kembali luka lama. Menurut Mahmud, pemilik Surat Perintah Kerja (SPK), praktik korupsi di tubuh Perumda bukan hal baru.
“Dulu setoran 20 persen dari proyek. Tender atau penunjukan langsung, tetap saja dimintai,” ungkapnya.
Ia juga mengingat masa lalu kelam saat pejabat Perumda dipanggil Kejaksaan Tinggi (Kejati) pada 2007–2010 karena kasus proyek meterisasi Sumber Pitu. Kala itu, harga pipa disebut sengaja dimark-up dari Rp 55 ribu menjadi Rp 75 ribu. “Selisihnya buat orang dalam,” tuturnya tanpa ragu.
Transparansi Dituntut, Publik Menanti Jawaban
Kini polemik TKD Segaran berubah menjadi bola panas. Warga menanti transparansi dari Perumda Tirta Kanjuruhan, Pemerintah Desa Segaran, dan tentu saja Pemkab Malang. Apakah ini sekadar kelalaian administratif atau bagian dari praktik sistematis yang sudah mengakar?
Pertanyaan ini belum terjawab. Tapi satu hal yang pasti ialah publik tak lagi tinggal diam. Mereka menanti langkah nyata dari aparat penegak hukum dan pengawas keuangan daerah untuk mengusut tuntas. (tim*)