SURABAYA, Projatim.id — Gelombang kritik terhadap aparat kepolisian terus menguat pasca penangkapan aktivis Kediri, Saiful Amin. Kali ini, Kopri PMII Jawa Timur bersuara lantang menuding polisi telah melanggar hukum sekaligus menampilkan wajah represif yang merugikan demokrasi.
Ketua Kopri PMII Jawa Timur, Kholisatul Hasanah, menyebut penolakan penangguhan penahanan Saiful menjadi cermin lemahnya independensi aparat.
“Alasan ‘tidak berani mengambil keputusan’ adalah tamparan keras bagi institusi kepolisian. Aparat seharusnya menegakkan hukum, bukan meruntuhkan kepercayaan publik dengan alasan konyol,” tegas Lisa, Sabtu, 20 September 2025.
Lisa menegaskan bahwa sejak awal proses hukum terhadap Saiful dipenuhi kecacatan prosedural. Ia menyebut adanya penjemputan paksa, penggundulan paksa yang tidak manusiawi, hingga ketidakmampuan aparat menjaga aksi damai yang kemudian disusupi provokator.
“Ini bukan sekadar soal Saiful Amin, tapi masa depan demokrasi. Menyuarakan kepentingan publik bukanlah kejahatan,” ujarnya.
Kopri PMII Jatim menilai kepolisian gagal menjaga prinsip due process of law. Penolakan penangguhan penahanan tanpa dasar administrasi formal disebut sebagai tindakan yang merendahkan marwah hukum.
Dalam pernyataan sikapnya, Kopri PMII Jatim menyodorkan delapan tuntutan. Beberapa di antaranya adalah mendesak pembebasan Saiful Amin, menuntut evaluasi kinerja Polres di Jawa Timur, penghentian kriminalisasi aktivis, serta penegakan hukum yang transparan.
“Kriminalisasi terhadap aktivis adalah bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi. Jika aparat kehilangan keberanian moral, maka rakyatlah yang akan berdiri mengingatkan bahwa kebenaran tidak bisa dibungkam,” pungkas Lisa.