Malang – Penebangan pohon beringin tua yang berada di Jalan Raya Mondoroko, Singosari, Kabupaten Malang—tepat di depan sebuah SPBU—menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Aksi tersebut diduga tidak melalui prosedur resmi dan memunculkan kecurigaan bahwa ada kepentingan komersial di baliknya.
Warga sekitar menyatakan bahwa pohon beringin tersebut masih dalam kondisi kokoh dan sehat, meskipun usianya sudah tua. Alasan penebangan yang disebut demi keamanan pun dinilai tidak masuk akal.
Kecurigaan warga semakin menguat setelah bekas lokasi pohon langsung dicor dan terlihat adanya patok-patok di lokasi, yang diduga merupakan penanda awal pembangunan akses jalan. Akses tersebut disebut-sebut menuju kawasan yang akan dibangun menjadi ruko atau perumahan.
Penelusuran sejumlah jurnalis di lapangan menemukan sejumlah kejanggalan. Salah satu narasumber, Eko Andrianto, mengaku hanya menjadi perantara dalam proses penebangan.
Ia menyatakan bahwa kegiatan tersebut tidak melibatkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malang, melainkan atas permintaan pihak swasta.
“Saya hanya perantara, yang mengurus langsung ada Bu Roshi dari Surabaya. Saya sendiri tetap bekerja di Malang, jadi tenaga di lokasi berasal dari pihak lain,” jelas Eko.
Eko juga menuturkan bahwa proses penebangan berlangsung selama enam hari dan melibatkan delapan pekerja. Ia membantah kabar yang beredar mengenai adanya pekerja yang mengalami kecelakaan hingga meninggal dunia. Menurutnya, informasi tersebut masih simpang siur dan belum dapat dipastikan kebenarannya.
Sementara itu, Roshi, pihak yang disebut meminta bantuan penebangan kepada Eko, belum memberikan keterangan mendalam terkait hal ini. Ketika dikonfirmasi, ia hanya memberikan pernyataan singkat.
“Lebih baik kita bertemu langsung agar tidak terjadi salah komunikasi. Saya masih harus berkoordinasi dengan beberapa pihak di Malang. Nanti akan saya konfirmasi lagi,” ujarnya, Rabu (1/10/2025), saat dihubungi sejumlah wartawan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari lapangan, muncul dugaan bahwa pembangunan akses jalan tersebut berada di atas tanah yang status kepemilikannya masih dalam sengketa. Hal ini menambah daftar pertanyaan publik terkait legalitas dan tujuan dari penebangan pohon tersebut.
Sejumlah media lokal juga mencatat bahwa proses penebangan dilakukan dengan pendampingan Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Singosari.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari instansi terkait mengenai prosedur perizinan, khususnya dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur – Bali, yang disebut-sebut telah mengeluarkan izin penebangan.
Menanggapi polemik ini, Kantor Hukum Yustitia Indonesia (KHYI) Malang menyatakan akan turut mengawasi proses ini secara hukum dan tidak segan-segan melaporkannya ke Aparat Penegak Hukum (APH) jika terbukti ada pelanggaran.
“Jika memang ada pelanggaran dalam penebangan pohon yang ada indikasi untuk kepentingan bisnis, kami KHYI Malang akan laporkan ke APH. Dan siapapun pihak-pihak yang terlibat kami minta untuk diproses secara hukum,” tegas Presiden Direktur KHYI Malang, KRA. Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M.
Kasus ini menjadi sorotan karena berkaitan dengan pohon pelindung yang merupakan aset milik pemerintah provinsi.
Publik berharap ada transparansi dan klarifikasi dari pihak-pihak terkait agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang serta menghindari terjadinya praktik gratifikasi untuk kepentingan proyek komersial. (Tim/red).